PERILAKU ORGANISASI
MERESUME
(PERILAKU ORGANISASIONAL)
Oleh : Herman Sofyandi
Iwa Garniwa
Hak
Cipta 2007
Di Susun Oleh :
LUSIANA
MONICA : 1201134659
Administrasi Negara
Universitas Riau
BAB 1
STUDY TENTANG
ORGANISASI
1.1
Pendahuluan
Organisasi menembus semua tingkat
kehidupan kita, kita selalu terlibat/berhubungan dengan berbagai
organisasi.Jadi sebenarnya, kita hidup dipengaruhi organisasi.Kadangkala
organisasi-organisasi tersebut dikelola secara efisien dan tanggap terhadap
kebutuhan kita, tetapi adakalanya juga membuat kita frustasi dan jengkel.Bahkan
mungkin terfikir bahwa organisasi itu mengganggu. Pengalaman pribadi seperti
itu, di dalam atau dengan organisasi telah membentuk pengertian kita mengenai
apa yang dimaksud dengan “diorganisasikan”.
Sekalipun sikap kita terhadap
organisasi dapat positif atau negative, namun pengertian tentang organisasi
dapat merupakan suatu dasar yang baik untuk mengkaji organisasi dengan cara
yang lebih sistematis.
Orang mendirikan organisasi karena
alas an, bahwa organisasi dapat mencapai sesuatu yang tidak dapat kita capai
secara perorangan.Jadi, apakah tujuannya untuk memperoleh keuntungan,
menyelenggaakan pendidikan, atau memberikan pelayanan kepada masyarakat dan
yang lainnya, organisasi dcirikan oleh perilakunya yang terarah pada
tujuan.Tujuan dan sasaran organisasi
dapat dicapai lebih efisien dan efektif melalui tindakan-tindakan individu dan
kelompok yang diselenggarakan dengan suatu persetujuan bersama.
Ukuran organisasi yang kita hadapi
setiap hari menggambarkan besarnya kekuasaan politik, ekonmi, dan social, yang
secara terpisah dimiliki oleh organisasi itu.Sebaai contoh, perguruan tinggi
dimana anda berada mempunyai kekuasaan politik, ekonomi, dan social yang sangat
besar di lingkungan masyarakat. Bila sebuah perusahaan mengumumkan akan menutup
pabriknya di lingkungan masyarakat kita, maka dampaknya dapat menghancurkan
secara ekomonis. Di lain pihak, jika perusahaan IBM mengumumkan bahwa
perusahaan itu akan membuka sebuah pabrik di lingkungan masyarakat kita,
dampaknya mungkin sekali akan sangat positif.
Akan tetapi, organisasi lebih dari
sekedar alat untuk menyediakan barang-barang dan jasa.Organisasi juga
menciptakan lingkungan di mana sebagian terbesar dari kita menghabiskan
kehidupannya.Mengingat perkembangan organisasi besar masih relative baru, maka
kita baru saja mulai mengakui perlunya penelaahan tentang itu. Para penelitih
telah memulai proses unyuk mengembangkan cara mempelajari perilaku oang dalam
organissi.
DR. Sondang P. siagian mengemukakan
bahwa organisasi adalah: “setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih
yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian suatu
tujuan yang telah ditentukan, dalam ikatan mana terdapat seseorang/beberapa
orang yang disebut atasan dan seorang/sekelompok orang yang disebut bawahan.
Selanjutnya Prof. DR. Prajudi
Atmosudirjo mengemukakan bahwa organisasi adalah: “struktur tata pembagian
kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang-orang pemegang
posisi yang bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai suatu
tujuan tertentu”.
Disamping itu organisasi dapat pula
didefinisikan sebagai suatu himpunan interaksi manusia yang bekerjasama untuk
mencapai tujuan bersama yang terikat dalam suatu ketentuan yang telah disetujui
bersama.
Perilaku organisasi sebagai suatu
bidang studi, mencakup semua aspek yang berhubungan dengan tindakan manusia
yang tergabung dalam suatu organisasi atau kelompok kerjasama, yaitu aspek
pengaruh organisasi terhadap manusia dan juga sebaliknya: pengaruh manusia itu
sendiri terhadap organisasi. Namun demikian, pembahasan akan lebih banyak
ditekankan pada bagaimana perilaku manusia akan mempengaruhi efisiensi dan
efektifitas suatu organisasi.
Secara sederhana, dalam mempelajari
perilaku organisasi tercakup empat unsure utama, yaitu:
1. Aspek
psikologis tindakan manusia itu sendiri, sebagai hasil studi psikologis.
2. Adanya
bagian lain yang diakui cukup relevan bagi usaha mempelajari tindakan manusia
dalam organisasi. Uang misalnya merupakan salah satu factor/pertimbangan
mengapa seseorang memasuki suatu organisasi. Oleh sebab itu, ilmu ekonomi juga
perlu mendapat perhatian. Psikologi sebagai contoh lain, penting karena skap
(attitude) akan mempengaruhi prestasi orang yang bersangkutan.
3. Perilaku
organisasi sebagai suatu disiplin, mengakui bahwa individu dipengaruhi oleh
bagaimana organisasi diatur dengan siapa yang mengawasi mereka. Oleh sebab itu,
struktur organisasi memegang peranan penting dalam membahas perilaku
organisasi.
4. Walau
disadari akan ada keunikan masing-masing individu, perilaku organisasi lebih
banyak menekankan pada tuntutan manajer bagi tercapainya tujuan organisasi
secara keseluruhan. Dengan demikian, selalu diusahakan agar usaha masing-masing
individu selaras dengan tujuan organisasi.
Dari
uraian tersebut diatas, dapatlah disimpulkan beberapa hal yang sangat penting
untuk diperhatikan. Pertama, perilaku organisasi adalah suatu bidang yang
interdisipliner dan yang memanfaatkan hasil dari cabang ilmu yang lain. Kedua,
walaupun mendapat sumbangan dari ilmu lain, bidang ilmu ini, tetap dapat
berdiri sendiri, karena pusat perhatiannya pada prilaku manusia dalam
berorganisasi.Ketiga, prilaku organisasi memberikan arah dan petunjuk bagi
pencapaian tujuan organisasi yang lebih baik.Hal ini berbeda dengan psikologi
dan sosiologi yang hanya memberi bantuan untuk dapat mengerti dan menguraikan
tindakan seseorang atau kelompok, sedangkan perilaku organisasi bersifat
penerapan. Atau dengan kata lain, perilaku organisasi berhubungan dengan
pemanfaatan pengetahuan bagi pencapaian tujuan organisasi sebagaimana yang
telah diharapkan.
1.2 Perkembangan Ilmu Perilaku Organisasi: (Peranan
dan Kontribusi Ilmu-Ilmu Lain)
Perilaku organisasi adalah disiplin
ilmu yang relative baru yang merupakan ilmu keperilakuan terapan, dan dibangun
atas kontribusi dari sejumlah disiplin ilmu keperilakuan lain yang lebih dulu
ada. Ilmu-ilmu perilaku yang amat besar sumbangannya terhadap perkembangan
perilaku organisasi diantaranya adalah: psikologi, sosiologi, psikologi social,
antropologi, dan ilmu politik (Robbin,2001). Secara singkat, kontribusi
berbagai disiplin ilmu lain kepada perilaku organisasi dapat disajikan dalam
uraian berikut ini.
·
Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang berkenaan dengan usaha
untuk mengukur, menjelaskan, dan kadang-kadang merubah perilaku manusia.Oleh
karena itu, para psikolog melibatkan diri mereka dalam studi dan usaha untuk
memahami perilaku individu. Adapun sumbangan terbesar dari bidang ilmu
psikoligi kepada perilaku organisasi datang dari para teoritisi dan ahli proses
belajar, kepribadian, konseling, dan psikologi organisasi. Secara lebih
spesifik, sumbangan mereka dalam bidang prilaku organisasi berkenaan dengan
masalah-masalah antara lain: kelelahan, kondisi kerja, persepsi, kepribadian,
latihan, kepemimpinan, motivasi, pengambilan keputusan, dan pengukuran sikap.
·
Sosiologi
Sosiolog mempelajari system social dimana para
individu memainkan peranannya. Artinya, sosiologi itu mempelajari manusia dalam
hubungannya dengan manusia lain.
·
Psikologi Sosial
Ilmu psikologi social mempelajari perilaku antar
pribadi.Kalau psikologi dan sosiologi masing-masing berusaha untuk menjelaskan
perilaku individu dan perilaku kelompok, maka psikologi social berusaha mencari
penjelasan tentang bagaimana dan mengapa para individu berprilaku tertentu di
dalam kegiatan kelompoknya.Salah satu konstribusi utama ilmu ini terhadap
perilaku organisasi adalah dalam masalah perubahan; yaitu bagaimana menerapkan
perubahan dan bagaimana mengurangi hambatan agar agar suatu perubahan dapat
diterima.
·
Antropologi
Para antropologi mempelajari masyarakat untuk
mengetahui seluk beluk manusia dan aktivitasnya.Pengakuannya, bahwa cara kita
berprilaku merupakan fungsi dari kebudayaan kita adalah contoh sumbangan ilmu
antropologi social terhadap perilaku organisasi.
·
Ilmu Politik
Beberapa
topik spesifik yang menjadi minat ilmuan politik dan diserap oleh bidang
perilaku organisasi diantaranya adalah: struktur konflik, alokasi kekuasaan,
dan bagaimana orang memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan pribadinya.
Pentingnya Mempelajari Perilaku Organisasi
Perilaku organisasi memiliki
sejumlah tujuan.Di antaranya yang terpenting adalah prediksi, eksplanasi, dan
pengendalian prilaku yang trjadi dalam organisasi.
·
Prediksi
Memprediksi perilaku orang lain adalah syarat
penting bagi kehidupan keseharian kita, baik di dalam maupun diluar organisasi.
Dalam kaitannya dengan perilaku organisasi, maka masalah memprediksi
kondisi-kondisi yang menyebabkan pekerja lebih produktif, membuat keputusan
yang lebih baik, mangkir dari pekerjaan, atau senang dengan pekerjaan, adalah
hal-hal yang amat penting. Singkatnya, keteraturan perilaku dalam organisasi
memberikan kemungkinan kepada kita untuk melakukan prediksi atas
perilaku-perilaku anggota organisasi pada masa yang akan datang.
·
Eksplanasi
Tujuan
dari perilaku organisasi adalah eksplanasi atau penjelasan terhadap berbagai
peristiwa yang terjadi dalam organisasi. Harus dipahami bahwa prediksi dan
eksplanasi adalah dua proses yang berbeda. Bila dalam prediksi kita berhadapan
dengan persoalan apa yang terjadi di waktu yang akan mendatang, maka dalam
eksplanasi kita di hadapkan dengan persoalan mengapa, misalnya, pekerja kurang produktif,
kurang puas, atau suka mangkir atau lamban dalam bekerja, dan sebagainya.
Dengan demikian, jelas bahwa perilaku organisasi penting untuk memungkinkan
identifikasi dari eksplanasi atas berbagai peristiwa keperilakuan yang terjadi.
·
Pengendalian
Pengendalian
atau control atas perilaku yang terjadi dalam organisasi adalah tujuan yang ke
tiga dari tujuan perilaku organisasi. Semakin banyak perilaku yang
diprediksikan, dan semakin banyak yang dapat dijelaskan, maka pada girilannya
akan dibutuhkan bentuk control atau pengendalian perilaku.
Ketiga
tujuan perilaku organisasi diatas: prediksi, ekspanasi, dan pengendalian
perilaku jelas berkaitan erat satu sama lain.
Mengapa
para pegawai berperilaku seperti yang mereka lakukan dalam organisasi?Mengapa
individu atau kelompok yang satu lebih produktif dibanding dengan yang
lainnya.Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang serupa lainnya sangat penting
bagi bidang studi yang relative baru, yang dikenal sebagai perilaku organisasi.
Bidang perilaku organisasi dapat didefinisikan sebagai:
Penelaahan
perilaku, sikap, dan prestasi manusia di dalam suatu kerangka organisasi;
penggunaan teori, metode, dan prinsip-prinsip dari berbagai disiplin ilmu
seperti psikologi, sosiologi, dan antropologi budaya untuk mempelajari persepsi,
nilai-nilai, kapasitas belajar, dan tindakan-tindakan individu ketika bekerja
didalam organisasi secara keseluruhan; penganalisisan dampak lingkungan luar
atas organisasi dan sumber daya manusia, misi, tujuan, dan strateginya.
1.3Perilaku Organisasi Mengikuti
Prinsip-Prinsip Manusia
Keefektifan setiap
organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusianya.Orang adalah sumber daya
yang umum bagi semua organisasi.Tidak ada organisasi “tanpa orang”.Suatu
prinsip penting dalam psikologi adalah bahwa setiap orang berbeda-beda.
Organisasi sebagai suatu system
Organisasi memiliki system wewenang,
status, dan kekuasaan; dan orang-orang didalam organisasi itu mempunyai
kebutuhan yang beraneka dari setiap system.Kelompok didalam organisasipun
mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap perilaku individu dan terhadap
prestasi organisasi.
Banyak faktor membentuk perilaku organisasi
untuk
membantu kita mengidentifikasi factor-faktor manajerial yang penting, kita
menggunakan pendekatan kontingensi atau pendekatan menurut situasi. Dasar
pemikiran dari pendekatan kontingensi ialah bahwa tidak ada satu cara terbaik
dalam memimpin. Suatu metode yang sangat efektif dari satu situasi, belum tentu
sesuai pada situasi yang lain.
Bagaimana struktur dan proses mempengaruhi perilaku
organisasi
Struktur organisasi ialah pola
formal tentang bagaimana orang dan pekerjaan dikelompokkan.Struktur sering digambarkan
sebagai dengan suatu bagan organisasi. Proses berkenaan pada dengan aktifitas
yang memberi kehidupan pada skema organisasi itu. Komunikasi, pengambilan
keputusan, atau system evaluasi pretasi kerja yang disusun secara kurang baik,
dapat menghasilkan pengertian yang lebih tepat atas perilaku organisasi
daripada hanya mengkaji tatana structural.
Lingkungan Organisasi
Setiap organisasi harus tanggap
terhadap; kebutuhan para pelanggan atau kliennya, kendala hukuman dan politis,
serta perubahan ekomoni, teknologi, dan pembngunan. Model tersebut mencerminkan
kekuatan-kekuatan lingkungan yang berinteraksi di dalam organisasi; dan
sepanjang pembahasan kita mengenai masing-masing model aspek itu, kita akan
mengidentifikasi dsn menguji factor-faktor lingkungan yang relevan.
1.4Perilaku Dalam
Organisasi
Individu:
Prestasi individu adalah dasar
prestasi organisasi.Oleh karena itu pemahaman atas prilaku individual adalah
hal yang sangat penting bagi manajemen yang efektif.
Dalam tugas yang baru, Rudi Kusnadi
akan mencoba memaksimalkan prestasi individu dari ke 15 wakil penjualan. Untuk
itu, iya akan berurusan dengan beberapa segi perilaku individual. Model kita
mencangkup empat pengaruh penting atas perilaku dan motivasi individu dalam
organisasi, yaitu karakteristik individu, motivasi individu, imbalan, dan
stress.
Karakteristik individu.Psikologi dan
psikologi social menyumbang pengetahuan yang sangat besar berkenaan dengan
hubungan antara sikap, persepsi, kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi
individu. Kapasitas individu untuk belajar dsn mrnsnggulsngi stress telah
menjadi topic yang semakin penting pada tahun-tahun belakangan ini.
Motivasi individu.Teori motivasi
mencoba menerangkan dan meramal bagaimana perilaku individu muncul, mulai,
berlanjut, dan berhenti.Tidak seperti Rudi Kusnadi, tidak semua manajer dan
sarjana perilaku setuju tentang teori motivasi “terbaik”.Sebenarnya, motivasi
itu begitu rumit sehingga mustahil memiliki satu teori yang mencakup
keseluruhan tentang bagaimana hal tersebut terjadi.
Imbalan.Salah satu pengaruh yang
paling kuat atas prestasi individu adalah system imbalan dalam
organisasi.Manajemen dapat menggunakan imbalan atau hokum untuk meningkatkan
prestasi karyawan.Manajemen juga menggunakan imbalan untuk menarik
karyawan-karyawan terlatih untk masuk organisasi itu.Gaji dan kenaikkannya
serta bonus adalah aspek-aspek yang penting dalam system imbalan, tetapi bukan
satu-satunya aspek.
Stress. Stress merupakan hasil yang
penting dari interaksi antara tugas pekerjaan dengan individu-individu yang
melaksanakan pekerjaan itu. Stress dalam hal ini ialah suatu keadaan
ketidakseimbangan di dalam diri individu yang bersangkutan, yang sering
tercermin dalam gejala-gejala seperti tidak bisa tidur, keringat berlebihan,
gugup dan sikap mudah marah.
Kelompok dan Pengaruh Antarpribadi:
Perilaku kelompok dan pengaruh antar
pribadi adalah juga kekuatan yang sangat besar pengaruhnya atas prestasi
organisasi. Model kita sekarang mencakup empat aspek kelompok dan pengaruh
antarpribadi yang penting atas perilaku organisasi, yaitu: perilaku kelompok,
perilaku kelompok dan konflik antarpribadi, kekuasaan dan politik, dan
kepemimpinan.
Perilaku Kelompok
Kelompok
tidak hanya terbentuk karena tindakan manajerial, tetapi juga karena adanya
usaha-usaha individu para manajer menciptakan kelompok-kelompok kerja untuk
menangani tugas dan pekerjaan yang diberikan.Kelompok-kelompok semacam itu,
yang diciptakan oleh keputusan manajerial disebut kelompok formal.
Perilaku dan
Konflik Antar-Kelompok
Bila konflik antarkelompok dapat
bermanfaat bagi suatu organisasi, terlalu banyak konflik yang keliru dapat
menimbulkan hasil yang sangat negative.Jadi, mengatasi konflik antar kelompok
adalah suatu aspek penting dalam pengendalian perilaku organisasi.
Kekuasaan dan Politik
Kekuasaan
adalah kemampuan menggerakkan seseorang melakukan sesuatu yang anda inginkan
banyak orang didalam masyarakat yang merasa tidak senang dengan konsep kekuasaan.
Hal ini karena esensi kekuasaan adalah pengawasan atau pengendalian terhadap
yang lain. Akan tetapi, kekuasaan adalah
kenyataan dalam organisasi.
Kepemimpinan
Sebagian orang berkeyakinan bahwa
kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat bawaan dan perilaku tertentu
secara terpisah atau merupakan kombinasi.
1.5Struktur Organisasi
Struktur
organisasi merupakan pola formal kegiatan dan hubungan di antara berbagai
subunit di dalam organisasi. Dalam hal ini model kita mencakup dua aspek
penting dari struktur organisasi: desain pekerjaan dan desain organisasi.
Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan mengacu pada proses
yang di gunakan para manajer merinci isi, metode, dan hubungan setiap pekerjaan
untuk memenuhi tuntutan organisasi dan individu.
Desain Organisasi
Desain
organisasi menunjukkan keseluruhan struktur organisasi.
1.6Proses Organisasi
Model
kita mencakup empat proses keperilakuan yang menyumbang pada prestasi oganisasi
yang efektif: komunikasi, pengambilan keputusan, evaluasi prestasi, serta
sosialisasi dan karir.
Proses Komunikasi
Kelangsungan proses organisasi
berkaitan dengan kemampuan manajemen untuk menerima, menyampaikan, dan
melaksanakan komunikasi.
Proses Pengambilan Keputusan
Dengan mengidentifikasikan
factor-faktor perilaku dan struktur secara baik, manajemen dapat meningkatkan
kemungkinan membuat keputusan yang berkualitas tinggi.
Proses Evaluasi Prestasi
System yang diterapkan manajemen
untuk mengevaluasi prestasi membantu maksud-maksud seperti penentuan imbalan
(upah, promosi, dan alih tugas), identifikasi kebutuhan akan pelatihan,
penyediaan balikan bagi para pegawai.
Proses Sosialisasi dan Karir
Pengembangan karir dan sosialisasi
adalah dua aktivitas yang saling berkaitan, yang member dampak pada prestasi
organisasi maupun organisasi individu.
Prestasi: Individu, Kelompok, dan Organisasi
Prestasi individu menjadi bagian
dari prestasi kelompok, yang pada gilirannya menjadi bagian dari prestasi
organisasi.Di dalam organisasi yang efektuf, manajemen membantu suatu
keseluruhan yang positif, yaitu suatu keseluruhan yang lebih besar dari sekedar
penjumlahan bagian-bagian itu.
Pengembangan dan Perubahan Oganisasi
Perubahan organisasi adalah usaha
yang direncanakan oleh manajemen untuk menghasilkan prestasi keseluruhan
individu, kelompok, dan organisasi, dengan mengubah struktur, perilaku, dan
proses.
BAB II
APAKAH PERILAKU
ORGANISASI ITU?
2.1 Apa yang Dilakukan oleh Para Manajer
Peranan manajer adalah melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen seperti: merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan melakukan
tindakan pengawasan dari setiap kegiatan yang dilakukan organisasi.
Merencanakan: meliputi pendefinisian
tujuan organisasi, menetapkan suatu strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan,
dan mengembangkan suatu hirarki rencana yang menyeluruh untuk memadukan dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiataan oganisasi.
Mengorganisasikan: mencakup
penetapan tugas-tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukan,
bagaimana tugas-tugas itu dijekomokkan, siapa yang melapor dan kepada siapa
(siapa membawahi siapa), dan dimana keputusan harus diambil.
Memimpin: mereka memotivasi bawahan,
mengarahkan kegiatan orang-orang, memilih saluran komunikasi yang paling
efektif, atau memecahkan konflik antara anggota-anggota.
Pengawasan: setelah tujuan-tujuan
ditentukan, rencana-rencana dirumuskan, pengaturan structural digambarkan, dan
orang-orang dipekerjakan, dilatih dan dimotivasi, masih ada kemungkinan sesuatu
bisa keliru. Untuk memastikan bahwa semua urusan berjalan seperti seharusnya,
manajemn harus memantau kinerja organisasi.
Peran-peran Manajemen (Henry Mintzberg)
Mintzberg menyimpulkan bahwa para
manajer melakukan peran-peran, atau perangkat perilaku yang sangat berkaitan pada
pekerjaan mereka.
Peran ini sbb:
·
Peran antar pribadi
·
Peran informasional
·
Peran keputusan
·
Keterampilan teknis
·
Keterampilan manusiawi
·
Keterampilan konseptual
2.2 Mengelola keefektifan: Individu, Kelompok, dan
Organisasi
Keefektifan pengaruh manajer sulit
ditentukan, sekalipun banyak contoh yang dicapai melalui keunggulan manajemen.
Bidang perilaku
organisasi mengidentifikasi tiga tingkatan analisis: (1) individu, (2)
kelompok, dan (3) organisasi. Ketiga tingkatan analisis tersebut sejala dengan
ketiga tingkatan tanggung jawab manajerial, masing-masing tingkat memakai
perspektif efektifitas yang berbeda.
Perspektif Keefektifan
Perspektif keefektifan
diidentifikasi melalui: tingkat yang paling mendasar adalah keefektifan
individu (1). Perspektif ini menekankan pelaksanaan tugas pekerjaan atau
anggota dari organisasi itu.tugas-tugas yang harus dilaksanakan adalah bagian
dari pekerjaan atau posisi dalam organisasi itu.
Individu-individu jarang bekerja
terpisah dari pekerja lain di dalam organisasi itu, setiap individu bekerja
dalam kelompok. Oleh karena itu, harus pula mempertimbangkan suatu perspektif
keefektifan lain, yaitu keefektifan kelompok (2).
Perspektif yng ketiga ialah
keefektifan organisasi (3).Kerena organisasi terdiri dari individu dan
kelompok, keefektifan organisasi melebihi jumlah keefektifan individu dan
kelompok.
Pendekatan Menurut Tujuan
Sekalipun memiliki kesederhanaan
yang jelas dan pertimbangan yang luas, pendekatan menurut tujuan masih
mempunyai beberapa masalah seperti, (1) pencapaian tujuan dengan tidak mudah
dapat diukur bagi organisasi yang tidak memproduksi keluaran yang nyata
(contoh: tujuan suatu pendidikan akademis), (2) setiap organisasi berusaha
mencapai lebih dari satu tujuan, dan pencapaian tujuan yang satu sering
menghalangi atau mengurangi pencapaian tujuan yang lainnya, (3) kemungkinan
adanya satu perangkat tujuan “formal” yang didukung oleh seluruh anggota, masih
sangat diragukan.
Pendekatan
Teori Sistem
Dalam
teori sistem, organisasi dianggap sebagai sutu elemen dari sejumlah elemen yang
saling bergantung. Arus masukan dan keluaran adalah titik dasar permulaan dalam
menggambarkan organisasi. Dalam pengertian yang paling sederhana, organisasi
mengambil sumber daya masukkan dari sistem yang lebih luas, sumber daya ini
diproses, dan keluar dalam bentuk yang sudah diubah.
Teori
sistem dapat pula menguraikan perilaku dan kelompok. "Masukan"
perilaku individu adalah "penyebab" yang timbul dari tempat kerja.
Sebagai contoh, penyebab dapat berupa perintah seorang manajer untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu. Demikian pula, anda dapat menggambarkan
perilaku suatu kelompok menurut ukuran teori sistem tersebut. Sebagai contoh,
perilaku (keinginan) sekelompok pegawai untuk berserikat (hasil) dapat diterangkan
oleh sebab ketidakadilan manajerial dalam penugasan kerja (masukan) dan keadaan
kepaduan (cohesiveness) kelompok itu (proses).
Model Dimensi Waktu: Untuk Keefektifan Organisasi
Mengingat bahwa
dua kesimpulan utama dari teori sistem adalah:
(1) bahwa
kriteria keefektifan harus mencerminkan keseluruhan siklus
masukan-proses-pengeluaran, tidak hanya keluaran, dan
(2) bahwa
kriteria keefektifan harus mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi
dan lingkungan sekelilingnya.
Dengan demikian:
1. Keefektifan
organisasi adalah sebuah konsep menyeluruh yang mencakup sejumlah konsep
komponen.
2. Tugas
manajerial adalah memelihara keseimbangan yang optimal di antara
komponen-komponen ini.
Menurut teori sistem,
organisasi adalah suatu elemen dari suatu sistem yang luas, yaitu lingkungan.
Sepanjang waktu, organisasi mengambil sumber daya dari, memprosesnya, dan
mengembalikan hasilnya kepada masyarakat. Kriteria pokok keefektifan organisasi
adalah kelangsungan hidup organisasi itu dalam lingkungan sekelilingnya.
Dalam
praktek sebenarnya, para manajer menggunakan sejumlah indikator jangka pendek
untuk kelangsungan hidup jangka panjang organisasi yang bersangkutan. Di
antaraindikator-indikator itu ialah ukuran produktifitas, efisiensi,
kecelakaan, pergantian pegawai, keabsenan, kualitas, tingkat keuntungan, moral,
dan kepuasan karyawan. Secara sederhana, kita akan menggunakan tiga kriteria
keefektifan jangka pendek sebagai contoh dari seluruh kriteriatersebut; yaitu
produktif, efisiensi, dan kepuasan. Dua kriteria lain melengkapi model dimensi
waktu; keadaptasian dan perkembangan. Kedua kriteria ini mencerminkan
keefektifan untuk jangka waktu menengah.
Menurut model dimensi waktu,
kriteria keefektifan secara khas dinyatakan dalam ukuran waktu jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Kriteria jangka pendek adalah kriteria
untuk mdnunjukkan hasil tindakkan yang mencakup waktu satu tahun atau kurang.
Kriteria jangka menengah diterapkan jika anda menilai keefektifan seseorang,
kelompok, atau organisasi dalam jangka waktu yang lebih lama, umpamanya lima
tahun. Kriteria jangka panjang dipakai untuk menilai waktu yang akan datang
yang tidak terbatas.
Produksi.
Mencerminkan kemampuan organisasi untuk menghasilkan jumlah dan kualitas
keluaran yang dibutuhkan lingkungan. Konsep ini meniadakan setiap pertimbangan
efiensi. Ukuran produksi mencakup keuntungan, penjualan, pangsa pasar,
mahasiswa yang lulus, pasian yang dipulangkan, dokumen yang diproses, rekanan
yang dilayani, dan sebagainya. Ukuran tersebut berhubungan secara langsung
dengan keluaran yang dikonsumsi oleh pelanggan dan rekanan organisasi yang
bersangkutan.
Efesiensi.
Sebagai perbandingan keluaran terhadap masukan. Kriteria jangka pendek ini
memfokuskan perhatian atas siklus keseluruhan dari masukan-proses-keluaran,
dengan menekankan pada elemen masukan dan proses.ukuran-ukuran efisiensi antara
lain keuntungan dari modal, biaya perunit, pemborosan, waktu terluang,tingkat
penghunian (Hotel), biaya per pasien, per mahasiswa, dan per rekanan. Efisiensi
diukur menurut rasio, yang dalam bentuk umum ialah rasio antara keuntungan
dengan biaya atau waktu yang dipergunakan.
Kepuasan.
Kepuasan dan moral adalahukuran serupa yang menunjukkan tingkat dimana
organisasi memenuhi kebutuhan karyawannya.
Ukuran kepuasan mencakup sikap karyawan, pergantian karyawan, keabsenan,
kelambanan, dan keluhan.
Keadaptasian.
Tingkat dimana organisasi dapat dan benar-benar tanggap terhadap perubahan
internal dan eksternal. Ketidakefektifan dalam mencapai produksi,
ketidakefektifan dan ketidakpuasan merupakan pertanda perlunya adaptasi praktik
dan kebijaksanaan manajerial.
Pengembangan.
Usaha-usaha pengembangan yang lazim ialah program pelatihan bagi manajerial,
akan tetapi akhir-akhir ini cara pengembangan organisasi telah berkembang meliputi
sejumlah pendekatan psikologis dan sosiologis.
Atas
dasar pertimbangan waktu anda dapat mengevaluasi keefektifan jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang. Sebagai contoh, anda dapat menilai organisasi
tertentu sebagai efektif dengan mengukur produksi, kepuasan, dan kriteria keefektifan; tetapi
tidak efektif jika diukur dengan kriteria keadaptasian dan pengembangan.
2.3 Budaya Organisasi
Menurut
peters dan Waterman, organisasi yang efektif mempunyai kebudayaan intern yang
memperkuat perlunya mutu yang sangat baik. Kebudayaan mempunyai arti yang
bermacam-macam. Setiap organisasi mempunyai kebudayaan yang memungkinkan
menjadi kekuatan positif atau negatif dalam mencapai prestasi yang efektif.
Banyak
praktikus manajemen dan konsultan dibidang tersebut mengadakan percobaan dengan
pendekatan perubahan alternatif. Beberapa garis pedoman dapat digunakan untuk
mengubah budaya tersebut:
Pertama,
anda harus memahami bahwa budaya organisasi sistem nilai, keyakinan, dan norma
bersama tersebut adalah produk dari interaksi antara fungsi-fungsi manajerial;
yaitu: perilaku, struktur, dan proses organisasi; dan dengan lingkungan yang
lebih luas dimana organisasi itu berbeda. Kebudayaan organisasi mencakup
fungsi-fungsi manajerial dan karakteristik organisasi. Manajemen adalah
penyebab dan bagian dari budaya organisasi bersangkutan.
Manajer
harus mempraktikkan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian yang konsisten dengan keyakinan dan nilai budaya yang dianutnya.
Keempat fungsi tersebut dapat membantu mengubah kebudayaan, tetapi pada umumnya
sependapat bahwa "kepemimpinan" adalah yang terpenting. Dengan contoh
dan perilaku pribadi, manajer dapat mendemonstrasikan bagaimana sesuatu harus
dikerjakan. Akan tetapi, mereka haruslah manajer yang cakap dan disegani.
BAB III
PERILAKU DAN PERBEDAAN
INDIVIDUAL
3.1 Dasar Pemahaman
Perilaku
Sebagian
besar perhatian kita akan dipusatkan pada tiga variabel psikologis utama,
yaitupersepsi, sikap, dan kepribadian. Sebagai contoh seorang manjer akan
berada pada posisi yang baik dalam mengambil keputusan, jika ia mengetahui
sikap, persepsi, dan kemampuan mental pegawai, dan kaitan variabel tersebut
dengan variabel lainnya. Juga penting diketahui pengaruh masing-masing variabel
terhadap prestasi. Jika mampu mengamati perbedaan tersebut, memahami
hubunngannya, dan meramalkan prestasi akan menjadi lebih mudah.
Kerangka
kerja yang umumnya menunjukkan bahwa perilaku tergantung pada tipe variabel.
Jadi, apabila dikatakan bahwa B (perilaku) = F (I, O, P), berarti bahwa
perilaku seorang pegawai adalah fungsi dari individu (I), organisasi (O),
psikologis (P). perilaku yang menghasilkan pekerjaan merupakan keunikan
masing-masing orang, proses yang melandasinya sama dengan setiap orang. Secara
umum disepakati bahwa:
1. perilaku
timbul karena sebab.
2. perilaku
di arahkan pada tujuan.
3. perilaku
yang dapat diamati dapat diukur.
4. Perilaku
yang tidak langsung dapat diamati (seperti: berfikir, berpersepsi) juga penting
dalam mencapai tujuan.
5. Perilaku
bermotivasi.
Variabel Individu
Digolongkan
atas kemampuan dan keterampilan, latar belakang, dan demografis.Setiap golongan
variabel membantu menerangkan perbedaan perilaku dan prestasi.
Kemampuan dan Keterampilan
Kemampuan
adalah sifat yang dibawa sejak lahir atau dipelajari yang memungkinkan
seseorang menyelesaikan pekerjaannya.Keterampilan adalah kecakapan yang
berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan oleh seseorang pada
waktu yang tepat.
Variabel Psikologis
Mengungkapkan
seluk beluk kerumitan variabel psikologis seperti persepsi, sikap, dan
kepribadian merupakan tugas yang besar. Jadi, dalam hal ini tujuannya
menyajikan pengetahuan dasar tentang
masing-masing variabel psikologis tersebut.
Persepsi.
Suatu hal yang tak dapat dipungkiri ialah bahwa suatuborganisasi selalu terjadi
proses komunikasi antara orang yang satu dengan yang lainnya, baik secara
perorangan maupun secara kelompok. Dalam proses tersebut, siapapun yang
mengambil inisiatif, apakah orang bawahan ataukah seorang manajer, pengambil
inisiatif slalu berharap agar tujuan berkomunikasi dapat di terima dan
dimengerti oleh orang yang menerima. Penerima inilah yang disebut persepsi.
1. Proses
masukan (input process)
Proses
persepsi perlu kita bahas mulai dari tahap penerimaaan rangsangan, yang
ditentukan baik oleh faktor luar maupun oleh faktor di dalam manusianya
sendiri, yang dapat dikategorikan atas lima hal, yaitu:
Pertama,
faktor lingkungan yang, yang secara sempit hanya menyangkut warna, bunyi,
sinar, dan secara luas dapat menyangkut faktor ekonomi, social dan politik.
Kedua,
faktor konsepsi, yaitu pendapat dan teori seseorang tentang manusia dengan
segala tindakannya.
Ketiga,
faktor yang berkaitan dengan konsep seseorang tentang dirinya sendiri (the
concept of self).
Keempat,
faktor yang berhubungan dengan motif dan tujuan, yang pokoknya berkaitan dengan
dorongan dan tujuan seseorang dan untuk menafsirkan suatu ransangan.
Kelima, faktor
pengalaman masa lampau.
2. Selektivitas
Manusia
memproleh berbagai rangsangan dari lingkungannya, baik yang bersifat terbatas
atau sempit maupun yang bersifat lebih luas lagi. Yang dapat mempengaruhi
proses seleksi ini adalah hal-hal sebagai berikut:
·
Jumlah; makin banyak
jumlah yang harus diterima seseorang, makin besar pula tingkat selektivitasnya.
·
Kekhususan
(distinctiveness); misalnya, seorang wanita yang berada dalam lingkungan
laki-laki akan mudah sekali diingat.
·
Berintensitas tinggi;
misalnya, suara orang yang berteriak lebih besar kemungkinan terdengar dari
pada suara orang yang berbicara normal.
3. Proses
Penutupan atau Closure
Proses
untuk melengkapi atau menutupi jurang informasi yang ada, disebut proses
penutupan. Kecendrungan seseorang merasa sudah mengetahui keseluruhan,
merupakan suatu hal yang penting dalam proses perseptual, karena hal tersebut
dapat dipergunakan untuk memperkirakan hasil akhir proses perseptual.perilaku
yang demikian disebut stereotyping.
4. Konteks
Hal
terakhir yang perlu dikemukakan dalam membahas proses masukan ini adalah
mengenai konteks.
5. Beberapa
Implementasinya dengan Manajemen
Proses
penutupan juga memegang peranan penting dalam manajemen. Sudah diketahui bahwa
tidak seorang pun yang dapat bebas dari melakukan stereotyping. Memang sangat
mudah untuk hanya mengamati sebagian kecil kelompok orang untuk menilai prilaku
suatu organisasi secara keseluruhan. Namun perlu pula disadari bahwa cara
demikian belum tentu benar secara keseluruhan.
3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Pelaku
Persepsi. Bila seorang individu memandang pada sesuatu target dan mencoba
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sarat dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individual itu.
Persepsi Orang: Penilaian Mengenai Orang Lain
Teori Atribusi
Persepsi
kita terhadap orang-orang berbeda berbeda dari persepsi kita terhadap objek
mati seperti meja, mesin, atau gedung karena kita menarik kesimpulan mengenai
tindakan-tindakan orang yang tidak kita lakukan terhadap objek mati.Objek yang
tidak hidup dikenai hukum-hukum alam, tetapi tetapi objek ini tidak mempunyai
keyakinan, motif, atau maksud; sedangkan orang mempunyai.Akibatnya adalah,
apabila kita mengamati orang, kita harus mengembangkan penjelasan-penjelasan
dari mengapa mereka berprilaku dalam cara-cara tertentu. Oleh karena itu
persepsi dan penilaian kita terhadap tindakan seseorang akan cukup banyak
dipengaruhi oleh pengandaian-pengandaian yang kita ambil mengenai keadaan
internal orang itu.
Kemungkinan Penyimpangan dalam Berpersepsi
Kita
menggunakan sejumlah jalan pintas bila menilai orang lain. Mempersepsikan dan
menafsirkan apa yang dilakukan orang lain merupakan suatu beban. Akibatnya,
individu-individu mengembangkan teknik-teknik untuk membuat tugas itu lebih
mudah dikelola.
Persepsi
Selektif. Setiap karakteristik yang membuat seorang, suatu objek atau peristiwa
yang menyolok akan meningkatkan kemungkinan bahwa itu akan dipersepsikan. Jadi
jadi persepsi selektif dapat didefinisikan bahwa orang-orang secara selektif
menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang,
pengalaman, dan sikap.
Efek
halo. Bila kita menarik suatu kesan umum mengenai seorang individu berdasarkan
suatu karakteristik tunggal, seperti misalnya, kecerdasan, dapat bergaul, atau
penampilan, berlangsunglah di sini suatu efek halo (halo=lingkaran cahaya yang
mengelilingi bulan bila udara agak lembab).
Efek
Kontras. Suatu pepatah di kalangan penghibur yang bermain dalam aneka
pertunjukan menasihatkan, jangan pernah mengikuti suatu acting yang ada anak-anak
atau binatang di dalamnya.
Proyeksi.
Mudah untuk menilai orang lain jika kita mengandaikan mereka serupa dengan
kita. Misalnya jika anda mnginginkan tantangan dan tanggung jawab dalam
pekerjaan, anda mengandaikan orang lain menginginkan hal yang sama.
Berstereotif.Bila
kita menilai seseorang atas dasar persepsi kita terhadap kelompok dari
seseorang tersebut, kita sedang menjalankan jalan pintas yang disebut
berstereotif. F.Scot Fitzgerald sedang berstereotif konon dalam perbincangannya
dengan Ernest Hemmingway ketika iamengatakan, “orang yang sangat kaya berbeda
dari anda dan saya”.
3.3 Kepribadian
Hubungan
antara perilaku dengan kepribadian mungkin merupakan salah satu masalah paling
rumit yang harus dipahami oleh para manajer.
3.4 Faktor-faktor pembentuk Kepribadian
Ada dua pendapat
yang bertentangan mengenai faktor-faktor pembentuk kepribadian, yaitu:
1) Aliran
yang percaya bahwa kepribadian seseorang secara murni ditentukan oleh faktor
bawaan.
2) Aliran
yang mengagungkan pengaruh faktor lingkungan.
Atribut-atribut
Kepribadian yang berpengaruh pada Perilaku Organisasi
1. Locus
of control
2. Tipe
A – Tipe B
3. Orientasi
pada Prestasi
4. Authoritarianism
5. Machiavellianism
6. Self-
Esteem
7. Self-Monitoring
8. Risk-Taking
3.5 Nilai, sikap, dan Kepuasan Kerja
Nilai.Menyatakan
keyakinan-keyakinan dasar bahwa “suatumodus (cara) perilaku atau keadaan-akhir
dari eksistensi yang khas lebih dapat disukai secara pribadi atau social
daripada suatu modus perilaku atau keadaan-akhir eksistensi yang berlawanan
atau kebalikannya”.
Sikap.Adalah
pernyataan evaluatif – baik yang menguntungkan atau tak menguntungkan –
mengenai objek, orang, atau peristiwa (Robbins).Sikap mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan mengenai sesuatu.
Kepuasan
kerja adalah sikap umum seseorang dalam menghadapi pekerjaannya, seorang yang
tinggi kepuasan kerjanya memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya,
sedangkan seseorang yang tidak memperoleh kepuasan didalam pekerjaannya
memiliki sikap yang negatif terhadap pekerjaannya.
BAB IV
MOTIVASI KONSEP DAN
PENERAPANNYA
4.1 Pengertian Motivasi
Hal
yang penting bagi prestasi individu adalah motivasi. Namun motivasi bukanlah
satu-satunya variabel, variabel lain seperti upaya yang dicurahkan, kemampuan
dan pengalaman masa lalu, juga mempengaruhi prestasi.
Salah
satu definisi mengemukakan bahwa motivasi berhubungan dengan arah perilaku,
kekuatan respon (yaitu usaha) setelah katyawan memilih mengikuti tindakan
tertentu, dan kelangsungan perilaku, atau seberapa lama orang tersebut terus
berprilaku menurut cara tertentu.
4.2 Motivasi: Teori Proses dan Penerapannya
Pembelajaran
Pembelajaran
adalah salah satu proses yang mendasari perilaku. Kebanyakan perilaku dalam
organisasi adalah perilaku yang dipelajari. Pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai proses dimana terjadi perubahan yang relatif abadi dalam perilaku
sebagai suatu hasil dari praktik.
Tipe-Tipe Pembelajaran
Ada
tiga tipe pembelajaran yang dianggap penting dalam pengembangan dan perubahan
perilaku. Ketiga tipe itu ialah: pengkondisian klasik (classical conditioning),
pengkondisian operan (operant conditioning), dan pembelajaran yang diamati
(observational learning).
Pengondisian Klasik (classical conditioning)
Studi
tentang pengkondisian klasik dimulai dengan hasil karya ahli psikologi Rusia
Pavlop. Ketika sedang mempelajari gerak reflex yang dihubungkan dengan
pencernaan.
Pengkondisian Operan (operant conditioning)
Istilah
operant conditioning sering pula disebut instrumental conditioning atau
Skinnerian conditioning.Berbeda dengan teori classical conditioning, yang
mengatakan bahwa perilaku dikendalikan oleh stimulus, menurut teori operant
conditioning perilaku terjadi bersamaan atau malah mendahului stimulus.
Teori Penguatan
Asumsi
dasar pengkondisian operan ialah bahwa perilaku dipengaruhi oleh konsekuensinya.Modifikasi
perilaku adalah pengubahan individu melalui penguatan.
Modifikasi
perilaku organisasi adalah istilah umum yang diciptakan untuk menunjukkan
“penguatan sistematis terhadap perilaku organisasi yang tidak diinginkan”.
Penguatan
adalah suatu prinsip belajar yang sangat penting.Dalam pengertian umum,
motivasi adalah penyebab intern perilaku, sedangkan penguatan adalah penyebab
ekstern perilaku.
Penguatan
negative menunjukkan peningkatan frekuensi tanggapan peniadaan suatu penguat
negative, jika peniadaannya setelah suatu tanggapan meningkatkan penampilan
tanggapan tersebut.
Hukuman
(punishment).Hukuman adalah konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan
perilaku tertentu.
Teori Pengharapan
Teori
pengharapan berargumen bahwa kekuatan adalah suatu kecendrungan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan bahwa
tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari
keluaran tersebut bagi individu itu. Teori ini memfokuskan pada tiga hubungan:
1. Hubungan
imbalan – tujuan pribadi: pentingnya imbalan bagi seseorang yang bisa ia
peroleh dari pekerjaan. Hal ini melihat pada adanya kebutuhan seseorang yang
belum terpuaskan.
2. Hubungan
kinerja – imbalan: sejauh mana seseorang meyakini bahwa kegiatan kerja sampai
taraf tertentu akan memberikan hasil sebagaimana diharapkan.
3. Hubungan
upaya – kinerja: kemungkinan yang dibayangkan seseorang bahwa dengan
mengarahkan sejumlah tenaga maka akan diperoleh kinerja yang dikehendaki.
BAB V
DINAMIKA KELOMPOK
DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK
5.1 Pengertian Dinamika Kelompok
Setiap
individu selalu terlibat dalam kehidupan kelompok. Dalam organisasi, pada
umumnya seseorang berprestasi dalam suatu kelompok, artinya dalam suatu
organisasi hamper tidak ada prestasi seseorang yang betul-betul merupakan hasil
jerih payahnya sendiri.telah disinggung pula bahwa kepribadian seseorang selain
ditentukan oleh bakat yang dia bawa sendiri dari lahir juga ditentukan oleh
lingkungannya, seperti keluarga, masyarakat, dan kebudayaan tempat ia
dibesarkan dan berada.
Definisi dan Pengklasifikasian
Suatu
kelompok didefinisikan sebagai suatu kumpulan dari dua orang atau lebih
individu, yang saling berinteraksi satu sama lain, sama-sama bergabung untuk
mencapai suatu tujuan tertentu.
Kelompok Formal
Tuntutan
dan proses organisasi mengarah pada pembentukan jenis-jenis kelompok yang
berbeda-beda, dengan demikian muncul dua jenis kelompok formal, yang dikenal
sebagai kelompok komando (command group) dan kelompok tugas (task group).
Kelompok Informal
Kelompok
informal adalah pengelompokkan orang-orang secara alamiah dalam suatu situasi
kerja sebagai tanggapan terhadap kebutuhan social.
Mengapa Orang membentuk Kelompok
Kelompok
formal dan informal terbentuk karena berbagai alasan. Alasan itu antaran lain:
kebutuhan, kedekatan, tujuan, dan ekonomis.
5.2 Tahap-Tahap Perkembangan kelompok
Dalam
pertengahan dasawarsa 1960-an, Tuckman mengidentifikasikan ada empat tahap
dalam terbentuknya kelompok, yaitu tahap pembentukan (forming), pancaroba
(stroming), penormaan (norming), berprestasi (performing).
Tahap
pembentukan adalah tahapan dalam masa seseorang melakukan beberapa pengujian
terhadap anggota lainnya tentang hubungan antar-perorangan yang bagaimana yang
dikehendaki oleh kelompok.Tahap kedua adalah tahap pancaroba.Pada tahap ini
mulai terjadi konflik dalam kelompok. Tahap ketiga adalah tahap pembentukan
norma. Tahap pancaroba memberi manfaat berupa makin terbentuknya setiap anggota
kelompok.
Masalah Utama dalam Dinamika Kelompok
Mengingat
kelompok terdiri dari sejumlah orang dan biasanya dengan latar belakangnya yang
berbeda, maka sangat dimungkinkan di dalam kelompok itu terdapat
masalah-masalah.Hal ini perlu sekali mendapatkan perhatian. Diantara
masalah-masalah itu yang terpenting adalah:
1. Kepemimpinan
2. Pengambilan
Keputusan dan Pemecah Masalah
3. Komunikasi
BAB VI
Konflik
6.1 Pandangan dan Pengertian Konflik
Konflik
dalam suatu organisasi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Meskipun
konflik itu mengandung makna pertentangan atau ketidak-sesuaian, ternyata
pandangan para ahli tentang kedudukan dan peran konflik bagi kelompok dan
organisasi pun bermacam-macam. Salah satu aliran pemikiran menyatakan bahwa
konflik harus dihindarkan, karena itu menunjukkan adanya kerusakan fungsi dalam
kelompok. Pandangan dari aliran ini disebut juga dengan pandangan hubungan
tradisional.
Robbin
menyatakan bahwa konflik sebagai “ Suatu
proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh A untuk mengimbangi usaha-usaha B
dengan cara merintangi yang menyebabkan B frustasi dalam mencapai tujuan atau
meningkatkan keinginannya.
Konflik
itu pada dasarnya adalah proses yang dinamis, dan keberadaannya lebih banyak
menyangkut persepsi dari orang atau pihak mengalami dan merasakannya.
Sebab Terjadinya Konflik
Para
manajer perlu memahami beberapa sebab yang dapat menimbulkan konflik, terutama
untuk mendapatkan manfaat dalam menanganinya dan untuk menarik keuntungan dalam
menciptakan perilaku organisasi yang berguna bagi peningkatan efektivitas
organisasi. Sebab-sebabnya itu dapat kita telusuri dari situasi konflik dan
bentuk konflik.
Situasi
dari konflik. Boulding sebagaimana dikutip oleh Hamner dan Organ mengemukakan
ada empat unsur dalam konflik, yaitu, Pihak-pihak (parties) yang berada dalam
konflik pada umumnya paling tidak ada dua. Unsur kedua adalah field of conflict
atau bidang konflik. Unsur ketiga adalah the dynamics of the situation. Unsur
berikutnya adalah management, control, or resolution of clonflict.
Bentuk
Konflik. Secara umum dapat dikatakan bahwa ada tiga bentuk konflik , yaitu
konflik dalam kelompok sendiri (within group conflict), konflik antar kelompok
(conflict between groups in a particular organization) dan konflik
antar-organisasi (conflict between organizations).
Konflik
dalam kelompok. Pengertian kelompok disini mencakup kelompok dalam arti umumm
atau pula dalam arti satu kesatuan unit organisasi. Konflik dalam kelompok ini
selanjutnya dapat dirinci lagi menjadi: konflik peranan (role conflict),
konflik dalam pemecahan persoalan (issue conflict), dan konflik interaksi
(interaction conflict).
Konflik
peranan adalah konflik yang terjadi bila seseorang melakukan berbagai macam
peranan. Konflik peranan dapat pula terjadi akibat konflik fungsional
(functional conflict), dan similarity of functional conflict. Terjadinya
konflik fungsional terutama akibat adanya berbagai macam sub-sistem dalam
organisasi.
Konflik
dalam pemecahan persoalan juga sangat umum timbul dalam suatu kelompok atau organisasi kerja. Konflik ini terjadi
biasanya terjadi bila beberapa orang mempunyai pandangan berbeda tentang
bagaimana cara memecahka suatu persoalan.
Penyebab
kedua konflik antar-kelompok adalah konflik hirarki. Dalam konflik semacam ini
terdapat suatu keadaan di mana suatu kelompok mendapatkan tekanan dari luar.
Tekanan dari luar ini dapat berupa penyediaan anggaran, pemberian status dan
persetujuan pengangkatan pegawai, dan sebagainya.
Penyebab
ketiga konflik antar-kelompok adalah kesamaan fungsi yang harus dilakukan oleh
berbagai kelompok. Penyebab ini dapat menimbulkan konflik yang membangkitkan
perilaku permusuhan, dan sebaliknya, dapat pula menghasilkan perilaku
persaingan yang cukup sehat.
Kompetisi
dalam arti yang luas selalu hadir pada saat terdapat suatu keadaan di mana
terdapat dua perilaku dari beberapa unit yang tidak serasi. Dalam semua kasus
terdapat kompetisi, tetapi tidak semua kompetisi mengandung konflik. Konflik
dapat dirumuskan sebagai suatu situasi kompetisi di mana pihak-pihak yang
terlibat sama-sama menyadari bahwa pada masa yang akan datang akan terjadi
perbedaan kedudukan. Salah satu alasan timbulnya kompetisi antar-kelompok,
adanya norma-norma kelompok dan bagaimana suatu kelompok memandang kelompok
lainnya.
Konflik
antar-Organisasi. Untuk waktu yang cukup lama, konflik antar organisasi tidak
begitu banyak mendapatkan perhatian para ahli. Tentunya bukan maksud March dan
Simon untuk menganggap konflik antar organisasi itu tidak penting dan bukan
pula untuk mengingkari eksistensinya. Persoalannya ialah bahwa mereka beranggapan
bahwa baik sebab maupun usaha menanggunginya relatif sama dengan konflik
antar-kelompok.
6.2 Beberapa Strategi Penanggulangan Konflik
Secara garis
besar dapat dikemukakan beberapa strategi penanggulangannya, yaitu :
·
Pemecahan Persoalan
Dalam
strategi pemecahan persoalan, diambil asumsi dasar bahwa semua pihak mempunyai
keinginan menganggulangi konflik yang terjadi dan karenanya perlu dicarikan
ukuran-ukuran yang dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Atas dasar asumsi tersebut, maka dalam strategi pemecahan persoalan harus
selalu dilalui dua tahap penting, yaitu proses penemuan gagasan dan proses
pematangannya.
·
Musyawarah
Dalam
strategi ini, terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa sebenernya yang
menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan itulah kemudian kedua belah
pihak yang sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan
titik pertemuan.
·
Subordinasi kepentingan
dan tujuan pihak-pihak yang sedang konflik kepada kepentingan dan tujuan yang
lebih tinggi. Strategi ini sering pula disebut persuasi.
·
Mencari Lawan yang Sama
Strategi
ini pada prinsipnya hampir sama dengan strategi ketiga. Perbedaannya adalah
bahwa pada strategi ini semua pihak diajak untuk lebih bersatu, karena harus
menghadapi pihak ketiga sebagai pihak yang dianggap merupakan lawan dari kedua
belah pihak yang bertikai.
·
Meminta Bantuan Pihak
Ketiga
Tidak
jarang terjadi suatu konflik tidak dapat dipecahkan hanya oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik itu. Dalam keadaan demikian, bantuan dari pihak ketiga
sangat diharapkan.
·
Peningkatan Interaksi
dan Komunikasi
Alasan
penggunaan strategi ini bahwa bila pihak-pihak yang berkonflik dapat
meningkatka interaksi dan komunikasi mereka, pada suatu saat mereka akan dapat
lebih mengerti dan menghargai dasar pemikiran dan perilaku lain.
·
Latihan Kepekaan
Strategi
lainnya yang dapat digunakan adalah latihan kepekaan (sensitivity training)
atau sering pula disebut “T-Group”. Strategi ini umumnya digunakan untuk
menanggapi konflik yang terjadi dalam suatu kelompok. Tetapi ini tidak berarti
bahwa strategi ini tidak dapat digunakan terhadap konflik antar-organisasi.
Dalam strategi ini pihak-pihak yang berkonflik diajak masuk dalam satu
kelompok.
·
Koordinasi
Sudah
cukup dikenal di kalangan luas bahwa koordinasi merupakan salah satu strategi
bagi penanganan konflik, baik konflik antar anggota dalam kelompok,
antar-kelompok, dan antar-organisasi. Hal yang penting diperhatikan adalah
bahwa dalam pandangan perilaku-organisasi, koordinasi bukan hanya merupakan
penentuan pelaksanaan aturan permainan yang sudah ditetapkan secara formal,
tetapi merupakan pula sesuatu yang dapat menimbulkan konflik dan juga dapat
digunakan untuk menangani suatu konflik.
BAB VII
Komunikasi
7.1 Pengertian Komunikasi
Peranan
komunikasi yang efektif, merupakan persyarat bagi pencapaian tujuan-tujuan
organisasi, disamping sebagai salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh
manajemen modern.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang buruk dipandang sebagai hal yang
paling sering disebut-sebut menjadi sumber konflik antar pribadi, karena
individu menghabiskan waktu sadarnya hampir 70 persen untuk berkomunikasi
(menulis, membaca, berbicara, dan mendengar), kiranya cukup beralasan jika
dikatakan bahwa kekuatan yang paling menghambat keberhasilan pencapaian kinerja
kelompok yang efektif (Robbin). Jadi, timbulnya pertengkaran, prasangka, perang
antar negara, perselisihan perburuhan, konflik organisasi dan semacamnya adalah
contoh dari berbagai persoalan yang timbul karena komunikasi yang tidak
efektif.
Pengertian Komunikasi
Komunikasi
adalah suatu proses yang dinamis, yakni suatu transaksi yang akan mempengarungi
pengirim dan penerima, serta merupakan suatu proses personal dan simbolik yang
membutuhkan kode abstraksi bersama.
Berdasarkan
asumsi diatas, maka para teorisi komunikasi membagi defenisi itu ke dalam dua
aliran, yaitu:
(1) Komunikasi
yang berorientasi pada sumber
Kebanyakan
defenisi yang berorientasi pada sumber menyatakan bahwa “ komunikasi adalah
kegiatan dengan mana seseorang (sumber) secara sungguh-sungguh memindahkan
stimuli guna mendapatkan tanggapan”(Miller).
(2) Defenisi
yang berorientasi pada penerima
Defenisi
yang berorientasi pada penerima memandang bahwa “komunikasi sebagai semua
kegiatan di mana seseorang (penerima) menanggapi stimulus atau
rangsangan”(Steven).
Untuk
lebih menjelaskan pemahaman kita tentang defenisi komunikasi, Cooley memberikan
rumusan: “Komunikasi adalah mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antar
manusia dan mengembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama dengan sarana
untuk menyiarkannya dalam ruang dan merekamnya dalam waktu. Ini mencakup wajah,
sikap dan gerak-gerik, suara, kata-kata tertulis, percetakan, dan apa saja yang
merupakan penemuan-penemuan mutakhir untuk menguasai ruang dan waktu”.
Rumusan
Cooley merupakan yang paling lengkap di antara sekian banyak defenisi
komunikasi yang pernah dikemukakan. Di dalamnya mengandung unsur yang penting,
yaitu: (1) ide dari komunikasi sebagai dasar yang hakiki bagi hubungan manusia,
(2) komunikasi sebagai proses yang memungkinkan hubungan tersebut menjadi suatu
kegiatan (3) adanya mekanisme berupa simbolisasi (kata-kata, gambar, dan
sebagainya) dan alat-alat untuk pemindahan bagi objek-objek dari hubungan tadi
(informasi, ide, pengalaman, dan sebagainya).
Dari
beberapa defenisi yang dikemukakan di atas, maka secara ringkas komunikasi
dapat diartikan sebagai proses pemindahan atau pengalihan pengertian
(transference of meaning), sedangkan agak lengkap istilah komunikasi dapat
dirumuskan sebagai proses penyampaian pesan dari satu sumber berita kepada
penerima melalui saluran tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan tanggapan
dari penerima.
7.2 Proses Komunikasi
Untuk
memahami proses komunikasi, sabagai acuan disini dikemukakan model Shannon dan
Weaver yang unsur-unsur pokoknya adalah sebagai berikut:
(1) Sumber
informasi. Ini adalah awal dari proses komunikasi. Sumber ini memuat informasi
dan memasukan berbagai bentuk keinginan dan tujuan yang ada dipihak pengirim.
(2) Transmisi.
Transmisi mengubah (encodes) data ke dalam pesan dan mengirimkannya kepada
penerimaa.
(3) Kebisingan/gangguan.
Segala sesuatu yang menganggu dan terjadi antara transmisi dan penerima.
Masalah arti kata, bahasa, atau distorsi pesan adalah contoh gangguan. Dan hal
ini sering kali tidak bisa dihindarkan di dalam proses komunikasi.
(4) Penerima.
Disini komunikasi telah melewati tahap antara pengirim dan penerima, dimana
terjadi proses yang disebut decoding yaitu pemberian makna atau penafsiran atau
pesan yang dikirimkan.
(5) Tujuan
Akhir. Ini adalah bagian terakhir dari proses komunikasi atau yang menjadi
tanda selesainya komunikasi atau yang menjadi tanda selesainya dan telah
dilaksanakannya proses komunikasi.
7.3 Fungsi Komunikasi
Komunikasi
di dalam organisasi penting sekali dan dapat dipakai untuk melaksanakan
fungsi-fungsi sebagai berikut:
(1) Fungsi
Kontrol. Komunikasi dapat dipakai untuk mengontrol atau mengendalikan perilaku
anggota organisasi dalam berbagai cara.
(2) Fungsi
Motivasi. Komunikasi dapat juga dipakai sebagai cara untuk menjelaskan
bagaimana pekerja seharusnya bekerja agar dapat meningkatkan kemampuan dan
kinerjanya. Dalam hal seperti ini, komunikasi berfungsi sebagai motivasi.
(3) Fungsi
Informasi. Pengambilan keputusan dalam organisasi memerlukan informasi.
Komunikasi berfungsi menyediakan informasi yang berguna bagi individu atau
kelompok untuk membuat keputusan yang dikehendaki.
Ketiga
fungsi diatas sama pentingnya bagi organisasi. Tak ada satu fungsi pun yang
bisa dikatakan lebih penting dari yang lainnya. Sebab, untuk dapat menghasilkan
kinerja yang efektif, kelompok atau organisasi perlu mengontrol perilaku,
memotivasi, mewadahi ekspresi perasaan anggota, dan membuat keputusan.
Jenis-Jenis Komunikasi
Komunikasi
dapat dibedakan dari lingkup organisasi, arah, tingkatan/hirarki organisasi,
sifat dan media yang digunakan untuk mentransfer pesan-pesan komunikasi. Secara
singkat, beberapa macam jenis komunikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Lingkup
Organisasi. Menurut lingkupnya dalam organisasi, komunikasi dapat dibedakan antara
adalah komunikasi intern dan komunikasi ekstern.
(2) Arah.
Dari sudut arahnya, komunikasi dapat dibedakan antara komunikasi se arah dan
komunikasi dua arah.
(3) Tingkatan
Organisasi. Di dalam struktur organisasi dikenal adanya tingkat-tingkat, dan
karenanya juga akan ikut menentukan corak komunikasi yang berlangsung
didalamnya. Berdasarkan tingkatan organisasi, komunikasi dapat dibedakan
menjadi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.
(4) Sifat
Formal dan Informal. Dari segi sifatnya, komunikasi dalam organisasi dapat
berupa komunikasi formal dan informal.
(5) Pola
Komunikasi Kelompok. Pendapat Hamner, mengatakan bahwa ada lima pola komunikasi
kelompok, yaitu pola lingkaran (cricle), pola Y, pola roda (wheel), pola rantai
(chain), dan pola seluruh saluran (all-channel). Pembagian ini oleh Duncan
disederhanakan menjadi pola terpusat (centralized) dan tersebar
(decentralized). Bila kedua pendapat tersebut digabungkan, pola roda, pola
rantai, pola Y, dimasukkan ke dalam pola terpusat. Dan pola lingkaran, serta pola
seluruh saluran, dimasukkan kedalam pola tersebar.
Mengenai
pengaruh pola komunikasi tersebut terhadap perilaku manusia, para ahli
menyimpulkan bahwa seseorang yang berada pada posisi sentral, dalam arti dapat
berkomunikasi dengan semua anggota kelompok akan mempunyai kepuasan yang
terbesar dibandingkan dengan yang lainnya. Pandangan para ahli tersebut makin
meyakinkan kita bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara pola komunikasi
dengan perilaku dalam kelompok.
Mengenai
pola jaringan komunikasi informal, kita mengenal empat macam, yaitu, single
strand, gossip, probability, dan cluster.
(6) Media.
Dari segi media atau alat yang digunakan untuk mentransfer pesan, di kenal
dengan adanya komunikasi visual, audial, audio-visual.
(7) Cara
Penyampaian: verbal-nonverbal. Dari segi cara menyampaikan pesan dapat
dibedakan antara komunikasi verbal dan komunikasi verbal dan non verbal.
Macam-macam
komunikasi diatas tidak selalu berdiri sendiri dan tidak berhubungan satu sama
lain. Sebab, di dalam praktek, sebuah bentuk komunikasi tertentu dapat
mengandung beberapa bentuk unsur komunikasi yang lain secara bersamaan,
misalnya: komunikasi formal dengan pihak luar organisasi (eksternal) yang
menggunakan surat (visual) dan dimaksudkan untuk meminta tanggapan adalah salah
satu contohnya.
7.4 Hambatan-Hambatan Dalam Komunikasi
Ada banyak
hambatan yang bisa kita temui dalam komunikasi, dan berakibat pada tidak
efektifnya komunikasi, Robbin meringkaskan beberapa hambatan komunikasi itu
sebagai berikut:
(1) Penyaringan
(filtering), yaitu komunikasi yang dimanipulasikan oleh si pengirim sehingga
nampak lebih bersifat menyenangkan si penerima. Di dalam praktek, halini sering
disebut sebagai komunikasi yang bersifat ABS (asal bapak senang). Komunikasi
ini dapat berakibat buruk bagi organisasi, karena ingin informasinya.
(2) dijadikan
dasar pengambilan keputusan. Maka keputusan yang kelak dihasilkan berkualitas
rendah dan salah.
(3) Persepsi
Selektif. Yaitu keadaan dimana penerima pesan di dalam proses komunikasi
melihat dan mendengar atas dasar keperluan, motivasi, latar belakang
pengalaman, dan ciri-ciri pribadi lainnya. Jadi tidak sama dengan apa yang
dilihat dan didengar oleh orang lain.
(4) Perasaan.
Bagaimana perasaan penerima pada saat dia menerima pesan komunikasi akan
mempengaruhi cara dia menginteprestasikan pesan.
(5) Bahasa.
Kata-kata memiliki makna yang berbeda antara seseorang dengan orang lain.
Kadang-kadang arti dari sebuah kata tidak berada pada kata itu sendiri tetapi
pada kita. Umur, pendidikan, lingkungan kerja dan budaya adalah hal-hal yang
secara nyata dapat mempengaruhi bahasa yang dipakai oleh seseorang, atau
defenisi yang dilekatkan pada suatu kata.
Reksohadiprodjo
& Handoko, misalnya: mengklasifikasikan hambatan-hambatan komunikasi ke
dalam empat kategori, yaitu:
(1) Hambatan
Dalam Diri Pribadi
§ Persepsi
selektif
§ Perbedaan
individual dalam keterampilan dan berkomunikasi.
(2) Hambatan
antara pribadi
§ Iklim/suasana
dalam kelompok
§ Kepercayaan
penerima
§ Kredibilitas
sumber informasi
§ Kepercayaan
penerima
§ Derajat
kesamaan pengirim dan penerima
(3) Hambatan
Organisasional
§ Status
§ Hirarki
organisasi
§ Ukuran
kelompok
§ Ruangan
/ wilayah dalam orgaanisasi
(4) Hambatan
Teknologi
§ Bahasa
dan pengertian
§ Isyarat-isyarat
non-verbal
§ Efektivitas
saluran
Kunci Bagi Komunikasi Yang Efektif
Untuk
dapat mencapai hasil komunikasi yang efektif yaitu yang tepat sasaran dan
tujuan adalah dengan cara menghindari hambatan-hambatan komunikasi yang sudah
disebutkan. Secara spesifik, beberapa keterampilan yang juga perlu dimiliki dan
dikembangkan sebagai prasyarat bagi komunikasi yang efektif:
(1) Keterampilan
Mendengar Aktif. Mendengar dengan penuh perhatian, minat, penerimaan dan
disertai keinginan untuk mengambil tanggung jawab dalam penyelesaian sesuatu
Untuk
mencapai hal tersebut, beberapa perilaku yang perlu diperhatikan adalah:
§ Tatapan
mata
§ Anggukan
kepala dan ekspresi wajah yang tepat
§ Hindari
tindakan distraktif
§ Ajukan
pertanyaan
§ Menyimak
§ Hindari
memotong pembicaraan
§ Hindari
bicara terlalu banyak
(2) Keterampilan
umpan balik. Umpan balik bisa bersifat positif dan negatif. Umpan balik positif
adalah yang bersifat penghargaan atau pujian atas suatu prestasi yang bersifat
positif, sedangkan umpan balik negatif adalah umpan balik yang bersifat
kritikan atas prestasi yang tidak memuaskan. Agar supaya efektif, maka itu di
dalam memberikan umpan balik perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
§ Fokuskan
pada perilaku khusus
§ Menjaga
agar umpan balik bersifat objektif impersonal.
§ Menjaga
umpan balik selalu berorientasi pada tujuan
§ Tepat
waktu
§ Meyakinkan
pemahaman
§ Umpan
balik negatif langsung pada perilaku yang dapat dikendalikan oleh si penerima
(3) Selain
dari sudut pihak-pihak yang terlibat, maka perlu diperhatikan pula hal-hal
sebagai berikut:
§ Kepekaan
terhadap orang yang diajak bicara
§ Memilih
saat yang tepat
§ Memilih
media komunikasi yang tepat
§ Memilih
simbol yang tepat
BAB VIII
Kepemimpinan
8.1 Pengertian Kepemimpinan
Kebanyakan
negara membutuhkan para pemimpin untuk maju ke depan serta mengatasi krisis
ekonomi dan sosial, guna memberi motivasi pada pekerja, dan memberi arahan yang
paling baik bagi masa mendatang. Mereka berfungsi sebagai sombol dari kesatuan
moral masyarakat. Pemimpin mengekspresikan etika kerja dan nilai-nilai yang
merangkul masyarakat.
Setiap
kelompol atau regu membutuhkan pemimpin, baik pemimpin yang timbul sendiri dari
kelompok atau yang ditugaskan. Bahkan kelompok yang menggunakan pendekatan
partisipatif terhadap pemecahan masalah juga menginginkan adanya konseling,
bimbingan dan masukan, yang hanya dapat diberikan oleh pemimpin yang dihargai.
Pemimpim
diperlukan untuk menentukan tujuan, mengalokasikan sumber daya yang langka,
memfokuskan perhatian pada tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan
perubahan, membina kontak antar pribadi dengan pengikutnya, menetapkan arah
yang benar atau yang paling baik bila kegagalan terjadi. Semata-mata merupakan
kenyataan hiduplah bahwa kelompok-kelompok dengan pemimpin dapat melakukan
hal-hal tersebut secara lebih efisien dan lebih benar daripada kelompok tanpa
pemimpin.
Manajemen
adalah mengkoordinasi orang, mesin, material, uang, dan waktu. Sistem
psikososial memberikan iklim untuk banyak aspek kritis dari
manajerial-integrasi usaha-usaha individual ke arah tujuan organisasi. Aspek
peranan manajerial ini meliputi kepemimpinan, kita akan membahas cara-cara
mempengaruhi perilaku individu, kelompok, dan organisasi. Dalam hal ini yang
kita perhatikan adalah: sistem pengaruh, kekuasaan, wewenang, proses
kepemimpinan, ciri-ciri pemimpin, perilaku pemimpinn yang efektif, pandangan
kontingensi dan fleksibilitas, dan kepemimpinan yang efektif.
Sistem Pengaruh
Suatu
bagian integral dari sistem psikososial dalam organisasi adalah usaha untuk
mempengaruhi perilaku. Defenisi pengaruh. Pengaruh adalah setiap perubahan
perilaku seseorang atau kelompok karena antisipasi tanggapan orang lain (kast).
Istilah
pengaruh sering kali dipakai dalam hubungan dengan istilah lain seperti
kekuasaan dan / atau wewenang. Dalam beberapa kasus, ide-ide ini dianggap
sebagai konsep-konsep yang terpisah, dengan pengaruh yang meliputi cara-cara
mempengaruhi perilaku yang tidak dapat di istilahkan dengan kekuasaan atau
wewenang.
Pengaruh
(influence) meliputi hapir setiap interaksi antar-pribadi yang berefek psikologis
atau perilaku. Kontrol mencakup usaha-usaha pengaruh yang sukses, artinya yang
bergerak seperti yang dimaksudkan oleh pihak yang mempengaruhi. Kekuasaan
(power) adalah potensi untuk mempengaruhi ciri-ciri yang didukung oleh alat
untuk memaksakan kepatuhan. Wewenang (authority) adalah kekuasaan yang sah;
kekuasaan dimiliki seseorang karena peranannya, posisinya dalam suatu struktur
sosial yang terorganisasi.
Cara-cara Mempengaruhi Perilaku
Beberapa
cara tersebut adalah: Tiru (emulation), Saran (suggestion), Bujuk (persuasion),
dan Paksaan (coercion) mulai dari pendekatan tak langsung dan tak tampak sampai
kepada metode yang sangat jelas, langsung, dan kuat.
Tiru
tidak membutuhkan kontak langsung antara individu-individu; namun ia merupakan
pengaruh yang kuat terhadap perilaku. Tiru merupakan fenomena yang lebih halus
daripada yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh terkenal kita. Beberapa menjadi
‘Model’ dan pola perilaku mereka ditiru oleh orang lain yang berharap mencapai
sukses yang sama.
Saran
merupakan interaksi langsung dan sadar antara individu-individu atau antara
seseorang dengan sebuah kelompok. Ini merupakan usaha ekspilisit untuk
mempengaruhi perilaku dengan mengemukakan ide atau menyokong suatu jalan
tindakan tertentu.
Bujukan
mengandung arti mendesak dan menggunakan dorongan untuk membangkitkan tanggapan
yang diinginkan. Ia meliputi lebih banyak tekanan daripada saran saja, tetapi
kurang dari pada
tipe paksaan. Analisa perilaku terapan (suatu alat modifikasi perilaku yang
berasal dari Skinnerian) dan dipandang sebagai suatu bentuk bujukan. Dorongan
yang positif terhadap perilaku yang diinginkan (dari sudut pandang yang
mempengaruhi) cenderung mendorong agar orang yang dipengaruhi meneruskan
perilaku itu. Sistem imbalan yang mungkin hanya meliputi pengakuan dan pujian
telah terbukti berhasil mengbah perilaku individu.
Paksaan
meliputi kendala paksa, termasuk penggunaan tekanan fisik. “Kami akan terpaksa
melakukan pelintiran tangan (arm-twisting)” adalah ungkapan figuratif yang
lazim untuk menggambarkan metode bujukan yang didasarkan atas tekanan fisik.
8.2 Proses Kepemimpinan
Kepemimpinan
dapat di pandang sebagai (1) kelompok status, (2) tokoh, (3) fungsi, (4)
proses. Para direktur, eksekutif, administratur, manajer, boss, kepala,
biasanya dimasukan sebagai tokoh dalam kategori yang disebut kepemimpinan.
Fokus kebanyakan riset dan tulisan tentang kepemimpinan adalah pada sifat dan
kepribadian dari orang yang menjadi pemimpin dalam situasi tak terstruktur yang
seringkali kacau. Para pemimpin muncul karena mereka dapat membentuk dan
mengubah situasi, dan dengan demikian membuat suatu sistem makna bersama yang
memberikan dasar untuk tindakan terorganisasi.
Fungsi
kepemimpinan memudahkan tercapainya sasaran kelompok. Dalam organisasi modern,
fungsi kepemimpinan dapat dilaksanakan oleh beberapa peserta. Akan tetapi,
pujian atau cacian karena sukses atau gagal, biasanya ditujukan kepada individu
– pemimpin formal.
Kepemimpinan
adalah suatu proses dinamis. Hubungan pemimpin – pengikut adalah bersifat
timbal balik dan berkembang melalui interaksi antar-pribadi dengan berjalannya
waktu. Akan tetapi, penekanan dalam masyarakat kita adalah jelas pada atribut
dan tindakan pemimpin. Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda. Stogdill
(197, 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya defenisi tentang
kepemimpinan dengan orang yang telah mencoba mendefenisikan konsep tersebut.
Kepemimpinan telah didefenisikan dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual,
perilaku, pengaruh terhadap orang lain. Pola-pola interaksi, hubungan peran,
tempatnya pada suatu posisi administratif, serta persepsi oleh orang lain
mengenai keabsahan dari pengaruh. Beberapa defenisi yang dapat dianggap cukup
mewakili antara lain:
1. Kepemimpinan
adalah “perilaku dari seseorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas
suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin di capai bersama.” (Hemhill &
Coons, 1957; 7)
2. Kepemimpinan
adalah “ pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu,
serta di arahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau
beberapa tujuan tertentu.” (Tannenbaum, Weschler, & Massarik, 1961; 24)
3. Kepimpinan
adalah “ pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan
interaksi. “Stogdill, 1974; 411)
4. Kepemimpinan
adalah “peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit , pada dan berada di atas
kepatuhan mekanisme terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.” (Katz
& Kahn, 1978, 528)
5. Kepemimpinan
adalah “proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang
diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.” (Rauch & Behling, 1984; 46)
6. Kepemimpinan
adalah “sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha
kolektif, dan yang diinginkan untuk mencapai sasaran. (Jacobs & Jacques,
1990; 281)
7. Para
pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi konstribusi yang efektif
terhadap orde sosial, dan yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya,
(Hooking, 1988;153)
Kebanyakan
defenisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
mencerminakan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh
sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang
terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta
hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi.
Dalam
defenisi kepemimpinan terdapat beberapa elemen yang tersirat, yaitu: elemen
pertama adalah bahwa kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh dan bahwa
semua hubungan dapat melibatkan kepemimpinan. Elemen kedua adalah melibatkan
pentingnya menjadi agen bagi perubahan- mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja
pengikutnya. Dan elemen terakhir adalah memusatka pada pencapaian tujuan.
Pemimpin yang efektif harus menghadapi tujuan-tujuan individu, kelompok, dan
organisasi.
Apakah Kepemimpinan Penting?
Seorang
pemimpin dapat membuat suatu perbedaan pada faktor-faktor hasil akhir :
prestasi, pencapaian tujuan, dan pertumbuhan serta perkembangan individu.
Namun, derajat perbedaan dan proses menggunakan kepemimpinan untuk membuat
suatu perbedaan agak kabur.
Sejumlah
alasan telah dikemukakan atas terjadinya efek moderat dari pemimpin terhadap
prestasi dan hasil organisasi lain. Pertama, mereka yang dipilih sebagai
pemimpin memiliki latar belakang, pengalaman, dan kualifikasi yang mirip.
Kedua, bahkan pemimpin yang berada pada tingkatan paling tinggi tidak memiliki
kendali unilateral terhadap sumber daya.
Perubahan-perubahan besar membutuhkan persetujuan, pembahasan, dan
modifikasi yang diusulkan oleh pihak lainnya. Ketiga, faktor yang tidak dapat
dikendalikan atau dimodifikasi oleh seorang pemimpin.
Teori Sifat
Komponen
pengujian personil manajemen ilmiah mendukung teori sifat dari kepemimpinan.
Sebagai tambahan dari yang telah dipelajari dengan pengujian personil, sifat
pemimpin telah dipelajari dengan obsevasi perilaku di dalam situasi kelompok,
dengan pilihan dari rekan-rekan (voting), dengan nominasi atau peringkat oleh
peninjau, dan dengan menganalisa data biografis. Teori sifat kepemimpinan
adalah teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik,
mental, kepribadian) yang diasosiasikan dengan keberhasilan kepemimpinan.
Mengandalkan pada penelitian yang menghubungkan berbagai sifat dengan kriteria
sukses tertentu.
Intellgensia
Raph
Stogdill menemukan bahwa para pemimpin lebih pintar dari pengikut-pengikutnya.
Satu penemuan yang signifikan adalah adanya perbedaan intellgensia yang ekstrim
antara pemimpin dan pengikut yang dapat menimbulkan gangguan. Dalam beberapa
situasi, menjadi terlalu pandai dapat merupakan suatu masalah.
Kepribadian
Beberapa
hasil penelitian menyiratkan bahwa sifat kepribadian seperti kesiagaan,
keaslian, integritas pribadi, dan percaya diri diasosiasikan dengan
kepemimpinan yang efektif. Edwin Ghiselli menggambarkan beberapa sifat
kepribadian yang diasosiasikan dengan keefektifan pemimpin. Sebagai contoh, ia
menemukan bahwa kemampuan untuk memulai tindakan secara independen berhubungan
dengan tingkat responden di dalam organisasi. Ghiselli juga menemukan bahwa
keyakinan diri berhubungan dengan posisi hirarkis di dalam organisasi.
Akhirnya, ia menemukan bahwa orang-orang yang menunjukkan individualitas
merupakan pemimpin yang efektif.
Kemampuan Pengawasan
Dengan
menggunakan rating kinerja pemimpin, Ghiselli menemukan hubungann yang positif
antara kemampuan pengawasan dan tingkat dalam hirarkhi organisasional.
Kemampuan penyelia didefenisikan sebagai “ penggunaan yang efektif dari apapun
praktik-praktik pengawasan seperti ditunjukkan dengan persyaratan tertentu dari
situasi.
Beberapa
penelitian telah melaporkan bahwa sifat-sifat ini memiliki peranan terhadap
sukses kepemimpinan. Namun, sukses kepemimpinan bukan semata-mata atau sama
sekali merupakan suatu fungsi dari sifat-sifat ini atau lainnya.
Pemimpin
yang efektif dari yang tidak, hasil-hasil penelitian masih bertolak belakang
karena beberapa kemungkinan alasan. Pertama, daftar sifat yang secara potensial
penting tidak terbatas. Penambahan secara terus menerus ini menghasilkan lebih
banyak kebingungan di antara mereka yang berminat mengidentifikasikan sifat-sifat
kepemimpinan. Kedua, skor-skor ters sifat tidak secara konsisten dapat
meramalkan keefektifan pemimpin. Sifat-sifat kepemimpinan tidak beroperasi
sendiri dalam mempengaruhi pengikutnya. Ketiga, pola perilaku efektif sebagian
besar tergantung pada situasinya: perilaku kepemimpinan yang efektif dalam
lingkungan bank dapat menjadi tidak efektif dalam situasi laboratorium.
Kirk
Patrick dan Locke menemukan bukti bawa kepemimpinan efektif berbeda dengan
orang lain. Ulasan kepustakaan mereka yang menarik adalah bahwa dorongan,
motivasi, ambisi, kejujuran, integritas, dan percaya diri merupakan kunci dari
sifat kepemimpinan. Kirk Patrick dan Locke percaya bahwa pemimpin tidak harus
harus memiliki “hal-hal yang tepat” atau sifat untuk mempunyai kesempatan yang
baik menjadi efektif. “ hal-hal yang tepat” dapat ditemukan dalam diri pemimpin
pada ukuran usia, agama, jenis kelamin, atau ras apa pun.
Stogdil
menyatakan nilai dari pendekatan sifat sebagai berikut: “Pandangan bahwa
kepemimpinan adalah sepenuhnya berasal dari situasi dan tidak ada karakteristik
pribadi yang mampu meramalkan kepemimpinan, tampaknya terlalu berlebihan
menekankan situasi dan kurang memperhitungkan sifat pribadi dari kepemimpinan.
Namun setelah bertahun-tahun spekulasi dan penelitian kepemimpinan, ternyata
tidak ditemukan suatu set sifat-sifat yang spesifik seperti itu. Jadi,
pendekatan sifat tampaknya menarik tetapi tidak begitu efektif untuk
mengidentifikasikan dan meramalkan potensi kepemimpinan.
8.3 Studi Dari Universitas Of Michigan: Kepemimpinan
Berpusat Pada Pekerjaan (Job Centered), Dan Berpusat Pada Karyawan (Employee
Centered)
Pada
tahun 1947, Rensist Likert mulai mempelajari bagaimana cara yang paling baik
untuk mengelola dari individu-individu untuk mencapai kinerja dan kepuasan
sebagaimana yang diinginkan. Tujuan dari kebanyakan penelitian kepemimpinan
yang di prakarsai Rensist Likert adalah untuk menemukan prinsip dan metode dari
kepemimpinan yang efektif, karena kriteria keefektifan yang digunakan dalam
banyak studi tersebut adalah:
·
Produktivitas per jam
kerja, atau pengukuran lainnya yang mirip dari keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan-tujuan produksinya.
·
Kepuasan kerja dari
anggota organisasi
·
Tingkat turn over,
absensi, dan sakit hati
·
Biaya
·
Bahan terbuang
·
Motivasi karyawan dan
manajerial
Studi
ini dilakukan pada berbagai jenis organisasi: kimiawai, elektronik, makanan,
peralatan berat, asuransi, petroleum, sarana umum, rumah sakit, bank, dan agen
pemerintahan.
Melalui
wawancara dengan pemimpin dan pengikutnya, kedua gaya kepemimpinan berbeda,
disebut sebagai Job Centered dan Employee Centered. Pemimpin yang menerapkan
pengawasan ketat sehingga bawahan melaksanakan tugasnya dengan menggunakan
prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin yang Employee Centered percaya dalam
mendelegasikan pengambilan keputusan yang membantu pengikutnya dalam memuaskan
kebutuhannya dengan cara membentuk suatu lingkungan kerja yang suportif.
Studi
Michigan tidak secara jelas menunjukkan bahwa suatu gaya kepemimpinan tertentu
adalah selalu paling efektif. Lebih lagi, studi-studi tersebut hanya meneliti
dua aspek kepemimpinan: perilaku orang dan tugas.
8.4 Studi Dari Ohio State University: Membentuk
Struktur dan Konsiderasi
Suatu seri penelitian mengisolasikan
dua faktor kepemimpinan, disebut sebagai membentuk struktur dan konsiderasi.
Membentuk struktur melibatkan perilaku dimana pemimpin mengorganisasikan dan
mendefinisikan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola
dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas
yang benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan struktur yang tinggi, akan
memfokuskan pada tujuan dan hasil. Konsiderasi melibatkan perilaku yang
menunjukkan persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan, dan
komunikasi antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang memiliki konsiderasi
tinggi, menekankan pentingnya komunikasi yng terbuka dan partisipasi.
Awalnya bahwa suatu derajat yang
tinggi dari konsiderasi dan derajat yang tinggi dari struktur (tinggi-tinggi)
adalah yang paling diinginkan. Semenjak awal penelitian untuk membuatb
kuesionernya telah banyak studi yang meneliti hubungan antara dua dimensi
kepemimpinan dengan berbagai kriteria keefektifan. Dalam suatu studi di
Internasional Harvester, peneliti-peneliti mulai menemukan interaksi yang lebih
rumit dari kedua dimensi tersebut. Penyelia yang memiliki skor tinggi membentuk
struktur tidak hanya memiliki rating kecakapan yang tinggi dari atasannya,
tetapi juga lebih banyak pegawai yang sakit hati. Skor tinggi konsiderasi
berhubungan dengan rating kecakapan yang lebih rendah dan absensi yang lebih
rendah.
Teori Situasional
Teori kepemimpinan situasional
mengusulkan bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada kesesuaian antara
kepribadian, tugas, kekuatan, sikap, dan persepsi. Sejumlah pendekatan
kepemimpinan yang berorientasi pada situasi telah dipublikasikan dan diteliti.
Dua dari yang paling awal adalah model kontingensi Fiedler dan teori jalur –
tujuan.
Hanya setelah adanya hasil-hasil
yang tidak meyakinkan dan kontradiktif dari banyak penelitian awal mengenai
sifat dan perilaku-perilaku, barulah pentingnya situasi dipelajari lebih dekat
oleh mereka yang berminat terhadap kepemimpinan.
Pemikiran dasarnya adalah bahwa
seorang pemimpin yang efektif haruslah cukup fleksibel untuk menyesuaikan atas
perbedaan-perbedaan antara bawahan dan situasi. Memutuskan bagaimana
mengarahkan individu lainnya adalah sulit dan membutuhkan suatu analisa
mengenai pemimpin, kelompok, dan situasinya.
Model Kepemimpinan Kontingensi
Model ini dikembangkan oleh Fiedler.
Model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan memiliki dalil bahwa prestasi
kelompok tergantung pada interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang
mendukung. Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh
kekuatan dan pengaruh. Pertimbangan penting, ada dua pertanyaan penting yang
dipertimbangkan dalam model kontingensi: (1) sampai sejauh mana situasi
memberikan pemimpin kekuatan dan pengaruh yang diperlukan agar menjadi efektif,
atau seberapa mendukunglah faktor-faktor situasional? (2) sampai sejauh mana
pemimpin dapat meramalkan efek dari gayanya pada perilaku dan prestasi
pengikutnya?
Ia mengambangkan Least – Preferred –
Co Worker (LPC). Skala untuk mengukur dua gaya kepemimpinan : (1) tugas
(melakukan kontrol, memberi struktur) kepemimpinan, dan (2) hubungan (pasif,
pengertian) kepemimpinan.
Responden yang mengisi secara
lengkap skala LPC akan menjumlahkan rating mereka terhadap 18 skor bipolar
untuk mendapatkan skor antara 18 dan 44. Menurut Fiedlar, seorang yang memiliki
skor 64 atau lebih tinggi adalah seorang yang ber LPC tinggi, seorang yang
dapat bekerja dengan orang-orang yang sulit. Orang ber LPC tinggi peka terhadap
kebutuhan orang lain dan tergolong sebagai pemimpin yang “termotivasi pada hubungan”.
Dari sudut pandang teoritis maupun
intuitif, hubungan antar pribadi pemimpin – pengikut akan cenderung merupakan
variabel yang paling penting menentukan kekuasaan dan pengaruh. Faktor hubungan
pemimpin – anggota mengacu pada derajat keyakinan, kepercayaan, dan rasa hormat
yang dimiliki pengikut terhadap pemimpinnya. Pengaruh pemimpin sebagian
tergantung pada penerimaan para pengikutnya. Bila yang lain akan rela untuk
mengikuti karena kharisma, keahlian, dan rasa hormat bersama, pemimpin hanya memiliki
sedikit kebutuhan untuk mengandalkan pada struktur tugas atau kekuasaan posisi.
Ukuran kedua yang paling penting
dari kenyamanan situasional disebut sebagai struktur tugas. Dimensi ini terdiri
dari komponen-komponen sebagai berikut :
·
Kejelasan tujuan –
derajat di mana tugas dan kewajiban dinyatakan secara jelas dan diketahui oleh
orang-orang yang melaksanakan pekerjaan.
·
Keragaman jalur tujuan
– derajat masalah yang dihadapi dalam pekerjaan dapat dipecahkan dengan
berbagai macam prosedur. Suatu perkumpulan pekerja lini akan memecahkan masalah
dalam suatu kerangka yang sistematis, sementara seorang ilmuwan memiliki banyak
cara untuk memecahkan suatu masalah.
·
Dapatdibenarkannya
suatu keputusan – derajat “kebenaran” dari pemecahan atau keputusan yang biasa
dihadapi dalam suatu pekerjaan dapat didemonstrasikan dengan mengajukan
permohonan putusan dari atasan, dengan prosedur-prosedur logis, atau dengan
umpan balik. Petugas kendali mutu dapat menunjukkan bagian-bagian yang rusak
dan menunjukkan secara jelas mengapa bagian produk dikirim kembali untuk
dikerjakan ulang.
·
Kespesifikan keputusan
– derajat dimana biasanya lebih dari satu pemecahan yang benar. Seorang akuntan
yang menyiapkan neraca memiliki beberapa pilihan, sementara seorang ilmuwan
peneliti mungkin memiliki sejmlah alternatif yang secara potensial benar untuk
dipilih.
Kekuasaan
posisi dalam model kontingensi mengacu pada kekuasaan inheren dalam posisi
kepemimpinan. Untuk menentukan kekuasaaan posisi, kita menanyakan
pertanyaan-pertanyaan seperti :
·
Apakah penyelia dapat
menyarankan imbalan dan hukuman baahan kepada atasannya?
·
Apakah penyelia dapat
menghukum atau memberi imbalan bawahannya atas kehendak sendiri?
·
Apakah penyelia dapat
mengusulkan promosi atau penurunan jabatan bawahannya?
Fiedler bersiteguh
bahwa pertanyaan-pertanyaan seperti itu memberikan profil dari posisi kekuasaan
yang tinggi atau rendah.
Kenyamanan Dari Situasi
Tiga faktor situasional yang
tampaknya paling penting dalam menentukan kekuasaan dan pengaruh pemimpin
adalah : (1) apakah hubungan pemimpin – anggota baik atau buruk, (2) apakah
tugasnya relative terstruktur atau tidak terstruktur, (3) apakah kekuasaan
posisinya relatif kuat atau lemah.
Manajer kantor. Individu ini
memiliki delapan bawahan yang menyukainya. Ia menstruktur pekerjaanya dengan
membuat penyerahan tugas dan dengan menentukan tujuan untuk hasil yang
diinginkan. Ia juga bertanggung jawab untuk memeriksa pekerjaan bawahannya dan
merupakan pembicara utama serta penilai pegawai pada saat peninjauan merit.
Perekayasa proyek. Individu ini
ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok studi proyek yang terdiri dari lima
orang. Tidak ada dari satu anggota pun yang benar-benar ingin mengabdi di dalam
kelompok; mereka mempunyai pekerjaan lain yang lebih mendesak. Dan bila
mengumpulkan anggotanya, mereka agak kasar, negatif, dan tidak menghargai.
Perawat terdaftar (penyelia).
Individu ini sangat disukai oleh bawahannya, tetapi dokterlah yang hampir
memiliki kontrol penuh terhadap pekerjaan. Mereka tidak membiarkan perawat terdaftar
tersebut melaksanakan apa yang ia rasakan hanyalah merupakan aktivitas merawat.
Model Jalur – Tujuan
Seperti pendekatan kepemimpinsn
situasional atau kontingrnsi lainnya, model kepemimpinan jalur – tujuan
berusaha meramalkan efektifitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut
model yang dikembangkan oleh Robert J. House ini, pemimpin jadi efektif karena
pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan
kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai Jalur – Tujuan karena
memfokuskan pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi pengikutnya pada
tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk mencapai tujuan.
Teori jalur – tujuan ini menganalisa
pengaruh kepemimpinan terhadap motovasi bawahan, kepuasan, dan pelaksanaan
kerja. Teori ini memasukkan empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yaitu
:
1. Kepemimpinan
direktif (directive leadership). Bawahan tahu secara jelas apa yang diharapkan
dari mereka dan perintah-perintah khusus diberikan oleh pemimpin. Di sini tidak
ada partisipasi oleh bawahan.
2. Kepemimpinan
suportif (suportive leadership). Pemimpin yang selalu bersedia menjelaskan,
sebagai teman, mudah didekati, dan menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi
bawahan. Gaya kepemimpinan ini mempunyai pengaruh yang sangat positif pada
kepuasan bawahan yang bekerja dengan tugas-tugas yang penuh tekanan, frustasi,
dan memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar